22 February 2019
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Ilustrasi diolah dari gambar-gambar di Google

Ilustrasi diolah dari gambar-gambar di Google

Penonton Bayaran dan Mahasiswa yang Menonton

Diki Wahyudi by Diki Wahyudi
November 29, 2018
in Esai
15
SHARES

SEMENJAK acara musik mulai ramai di layar kaca, ada anggapan bahwa suatu acara bisa dikatakan sukses apabila meriah, ramai, dan dipenuhi dengan sorak-sorak penonton yang memancarkan senyum kebahagia.

Anggapan inilah yang menjadikan munculnya penonton bayaran, ya gak kaget kalau kini menjamur jasa penonton bayaran. Penonton yang dibayar oleh pihak yang membuat acara untuk memeriahkan acaranya, mulai dari intruksi ketawa-tawa, tangan melambai-lambai bahkan sampai kena label sebagai golongan alay.

Miris memang kalau melihat hal itu, di dalam kemeriahaan dan kegemilangan acara TV terselip secuil kebohongan demi mendapatkan rating dan cap kalau acarannya dibilang sukses dan meriah. Tapi inilah fakta yang ada di panggung hiburan kita dimana hanya da 10% kebenaran dan sisanya itu berupa kebohongan belaka.

Tapi kini konsep penonton bayaran ini juga diikuti oleh kaum intelektual milineal, yakni mahasiswa. Mahasiswa kini ikut dalam kontestasi pencarian rating, dimana ketika kumpulan mahasiswa menyelenggarakan sebuah acara dan ingin dianggap acaranya sukses dan berhasil maka akan mendatangkan penontoon bayaran.

Penonton bayaran ini selain dibutuhkan untuk mendapatkan kesan kalau acaranya meriah dan sukses juga dibutuhkan untuk kepentingan visual. Dimana penonton bayaran juga diperlukan untuk membangun mood yang baik buat host dan bintang tamu. Ya masak kalau ada bintang tamu bilang “penonton” gak ada yang nyautin tentunya acara jadi garing dan kurang renyah.

Tapi sistem penonton bayaran di kalangan mahasiswa dan di kalangan acara musik TV berbeda. Kalau di acara musik TV penonton bayaran mendapatkan bayaran sekitar dua puluh lima ribu sampai lima puluh ribu rupiah per acara. Maka mahasiswa hanya mendapatkan selembar kertas berwarna-warni dan cap yang biasa dikatakan SKP (sistem kredit point).

Dimana digadang-gadang selembar kertas dan cap ini bisa mempermudah kita untuk bisa skripsian, bahkan ada yang bilang kalau tanpa SKP kita tidak bisa menyususn SKRIPSI sehingga menunda wisuda mahasiswa. Waow, sangat sakti bukan selembar kertas berwana-warni yang bernama SKP ini, mampu menunda dan memperlambat meraih masa depan mahasiswa yang digadang-gadang sebagai penerus cita-cita bangsa. Kalau cita-cita bangsa tertunda, maka bisa jadi hal ini karena selembar kertas yang bernama SKP, bener gak tuh?.

Beberapa kali saya mendapat curhatan dari para pejuang masa depan yakni mahasiswa bahwa sebenarnya mereka malas untuk menghadiri acara, tapi mereka terpaksa hadir karena takut masa depan mereka terancam alias gak dapat cap SKP. Mereka yang pernah curhat dengan saya ada yang mengatakan malas berangkat karena acaranya tidak sesuai passion mereka, kurang asiklah, kurang seru dan membosankan. Dasar mahasiswa bisanya mengeluh saja sabar datanglah ke acaranya nikmati saja daripada masa depanmu terancam.

Ada juga beberapa mahasiswa yang menyatakan kalau sistem SKP ini membuat mereka tidak bisa bergerak, karena tidak bebas untuk memilih mengikuti kegiatan yang mereka sukai. Misalkan mereka suka acara diskusi tetapi disuguhi lomba karaoke, ya pastinya malas dan ogah-ogahan. lalu ada yang suka dan minat untuk mendalami mobile legend agar bisa menyaingi jesno limit, malah diwajibkan untuk ikut datang konser musik ya pastinya anti banget. Tapi bagaimana lagi daripada masa depan mereka tertunda akibat cap SKP tidak memenuhi target. Saya hanya bisa merekomendasikan untuk sabar jangan melawan nanti kamu dikucilkan dan masa depanmu terancam.

Secara teori sistem SKP itu sangat baik untuk menunjang softskill mahasiswa agar aktif dalam kegiatan diluar pelajaran kampus. Bisa dikatakan SKP diciptakan untuk menjadikan mahasiswa itu tidak kuper alias tidak melulu fokus pada pelajaran dan buku.

Tujuan SKP memanglah sangat bagus dan keren bukan, saya juga sangat mendukung adanya SKP tetapi perlu diingat kalau SKP ini merupakan sebuah sistem. Namanya sistem itu harus didukung oleh beberapa unsur.

Unsur yang bisa mendukung agar tujuan SKP itu baik bagi mahasiswa menurut Freidman ada tiga yakni subtansi, struktur, dan culture. Subtansi itu artinya aturan atau bisa dikatakan tujuan Asli SKP dan struktur itu pihak-pihak yang mengurus SKP dan budaya dalam kampus itu.

SKP memang bagus tetapi menurut mahasiswa-mahasiswa yang pernah curhat sama saya itu SKP kini sudah keluar dari Rule dimana SKP kini menyeragamkan mahasiswa, dimana mahasiswa kini harus mengikuti kegiatan yang sama, yang ditentukan oleh pemegang otoritas, tanpa boleh memikirkan apa pentingnya kegiatan itu untuk mereka.

Ketika kampus ada kegiatan musik maka seluruh mahasiswa harus datang ke acara musik, kalau kampus ada acara Bondres maka semua mahasiswa harus nonton Bondres, bahkan kalau kampus mengundang topeng monyet maka mahasiswa harus ikut nonton topeng monyet untuk memenuhi cap SKP agar masa depanya tidak terhambat gara-gara selembar kertas berwarna-warni.

Lalu culture yang ada, itu juga menentukan sistem SKP itu berjalan atau tidak. Jadi kalau bisa biarkan mahasiswa memilih kegiatan apa yang mereka sukai atau minati untuk memenuhi cap SKPnya. Jangan dipaksakan untuk mengikuti hal-hal yang tidak mereka minati, karena itu tidak akan mengembangkan mereka tapi malah mengkerdilakan mereka. Apalagi sampai menjadikan mahasiswa menjadi penonton bayaran dengan imbalan cap SKP dan sistem ketakutan apabila cap mereka tidak penuh maka akan menunda kebahagian masa depan. (T)

Tags: hiburankampusmahasiswa
Diki Wahyudi

Diki Wahyudi

Anggota HMI. Tulisannya bisa dilihat di cakdiki.blogspot.co.id

Please login to join discussion

MEDIA SOSIAL

  • 2.7k Fan
  • 41 Follower
  • 1.2k Follower

ADVERTISEMENT

tatkala.co

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Megibung olahan rebung di Desa Pedawa, Buleleng, Bali
Features

Megibung Rebung di Desa Pedawa

Jika kau ke Desa Pedawa di Kecamatan Banjar, Buleleng, kau menemukan banyak hal masih asli dan original. Tak usah sebut...

by tatkala
February 20, 2019

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lukisan: Komang Astiari
Cerpen

Kambing-Kambing

by Kim Al Ghozali AM
February 16, 2019
Lukisan: Nyoman Wirata (cropping)
Cerpen

Kekasih Penyair

Cerpen: Kim Al Ghozali AM USIA kami selisih cukup jauh, dia dua belas tahun lebih tua dariku. Tapi itu ...

February 2, 2018
Ilustrasi: Dek Omo
Opini

Bercerai Kawin Lagi — Bacaan Orang Dewasa

Menikah itu sulit, tapi bercerai ternyata jauh lebih sulit. Saat mau menikah, yang penting hanya sedikit kemantapan hati, komitmen untuk ...

February 2, 2018
Foto: Google
Esai

Filosofi Pantat dan Payudara

Kali ini, mari kita main jujur-jujuran. Untuk laki-laki (mohon maaf untuk yang cewek) mana yang kalian lebih sukai antara pantat ...

February 17, 2019
Pementasan operet Teater Orok dan UKM Kesenian Unud di Taman Budaya Denpasar
Kilas

Operet Prambanan Teater Orok: Tak Sekadar Tontonan, Perlu juga Keberanian Tafsir

  PENTAS kreativitas seni Bali Mandara Nawanatya 2017 mulai diisi dengan penampilan kelompok seni dari kalangan mahasiswa. Adalah mahasiswa dari ...

February 2, 2018
Lukisan I Gusti Nyoman Lempad. Men Brayut dan Anak - Anaknya yang suka mengganggu. 1930
Esai

Hari Galungan: Men Brayut dan Anak-anak yang Dituntun Menemukan Dharma

MANUSIA melahirkan tradisi untuk memenuhi hastratnya dalam memahami dan mengontrol rahasia alam. Kemudian, terlahirlah tradisi ritual Galungan di Bali. Sebuah ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Ngurah Vandji dan ogoh-ogoh karyanya
Khas

Ogoh-Ogoh Kreasi Ngurah Vandji di Mengwi: Memaknai Peradaban Air

by Santana Ja Dewa
February 19, 2019

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Siapa Orang yang Paling Baik?

by Jaswanto
February 19, 2019

POPULER

Danjen Kopassus Mayjen TNI Nyoman Cantiasa dan bapaknya Sastrawan Nengah Tinggen (Foto:Ist)

Cantiasa jadi Danjen Kopassus – Mari Ingat Bapaknya; Sastrawan Nengah Tinggen

January 27, 2019
JRX pada acara Jah Megesah Vol #1 di Rompyok Kopi Kertas Budaya, Negara, Jembrana

“Brand Selayaknya jadi Media Propaganda atas Pemikiran dan Gagasan,” kata JRX pada Jah Megesah Vol #1

November 13, 2018
tatkala.co

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (13)Cerpen (96)Esai (443)Essay (1)Features (3)Fiksi (2)Khas (97)Kiat (9)Kilas (93)Opini (361)Peristiwa (81)Perjalanan (18)Persona (4)Puisi (55)Ulasan (165)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In