tatkala.co
23 April 2018
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai

Monolog “Matahari Terakhir”: Proses Latihan, Proses “Menjadi”

Agus Wiratama by Agus Wiratama
February 2, 2018
in Esai

 

DI bawah tangga itu terdapat ruang kecil yang mungkin saja tak pernah menarik untuk dilihat. Atau mungkin, memang ruangan itu yang tidak menawarkan sesuatu yang sedap untuk disantap mata. Ruang itu dipenuhi dengan debu, jaring laba-laba, tumpukan laci usang, dan benda-benda bekas instalasi Jurusan Pendidikan Seni Rupa. Tempat ini berada di Kampus Bawah Undiksha Singaraja, tepatnya di antara ruangan kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Bali dan ruang kuliah Jurusan Pendidikan Seni Rupa, dekat parkir belakang Kampus Bawah.

Tempat itulah yang menjadi tempat latihan sekaligus tempat pentas monolog yang berjudul “Matahari Terakhir” karya Putu Wijaya dalam rangka Wisata Monolog Teater Kalangan, Selasa 26 Desember 2017. Saya sendiri akan menjadi aktor dalam pementasan itu.

Mementaskan monolog memang suatu hal yang menarik, awalnya ini bukan masalah “menjadi” atau “merasakan” orang lain. Yang tertanam dalam benak saya ketika menerima naskah monolog ini adalah betapa asiknya menggeliat lincah dan berteriak-teriak keras di hadapan penonton. Hal itu pasti memukau. Ternyata, belum banyak hal yang mampu saya serap meskipun sering mendengarkan pembicaraan tentang teater. Baru dalam proses latihan berlangsung, saya merasakan betapa susahnya bermain permainan satu ini, karena harus “menjadi” atau “merasakan” orang yang akan dihukum mati dan tinggal di ruangan sempit dengan teman imajinasi dan matahari.

Di tengah kecemasan memainkan monolog, I Wayan Sumahardika, sebagai sutradara mengingatkan bahwa yang saya lakukan itu adalah salah satu jalan untuk belajar menjadi manusia. Ya, manusia yang lebih baik tentunya. Konteks penyampaiannya adalah ketika dengan diam-diam rasa putus asa menyusup sebab saya tak mampu memahami naskah tersebut. Di ujung kata-kata itu tersimpulkan suatu maksud yang akhirnya disampaikan dengan gamblang, “Kau harus memahami psikologi tokoh dalam naskah, jadi tubuh dan pengucapan teks akan ditentukan oleh pemahaman tersebut”.

Meskipun disampaikan pada pertengahan latihan, sesunggahnya hal ini sudah dilakukan juga di awal, yaitu mendiskusikan naskah yang akan di pentaskan ini. “Apa maksud kalimat pertama?”, “Apa maksud paragraf ke sekian?” “Apa maksud tokoh ini berkata ini?”

Pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang menjadi sahabat saya sepanjang proses berlangsung. Meskipun memahami keseluruhan naskah masih menjadi tugas rumah yang paling berat, saya rasa seiring berangsurnya waktu, hal itu akan tercapai walaupun tidak sepenuhnya atau dengan kata lain, memahami dengan cara saya sendiri.

Meskipun dengan pola hidup saya yang datar dan sangat mekanis, memahami psikologi tokoh yang ditinggal kekasih bukanlah suatu tantangan yang berat. Tetapi, tokoh dalam naskah yang satu ini mengalami konflik dalam diri yang lebih dari itu. Pertama, ia ditinggalkan oleh kekasihnya, lalu dipenjara dalam ruangan sempit, dan akan dihukum mati.

Tekanan psikologi yang sangat kompleks ini, membuat saya benar-benar kelimpungan untuk memahaminya. Berbagai referensi sudah dijamah, baik dari bacaan ataupun dari internet khususnya youtube. Tetapi tetap saja memahami tokoh ini menjadi beban yang cukup berat karena ketika sudah di panggung, saya harus membuat penonton paham dan yakin bahwa saya adalah tokoh yang seperti dimaksud.

Pilihan bentuk pementasan ini adalah respon terhadap ruang. Untuk kapasitas pemain baru seperti saya, hal ini juga berat. Dengan ruangan yang sempit dan berbentuk kaku, tubuh saya tak boleh kaku, karena itu akan menjadi tidak sedap dinikmati penonton. Bertambah rumit ketika respon ruang itu dipilih sebagai bentuk pementasan, terlebih penyikapan ini berbeda dari pementasan yang selama ini saya tonton.

Latihan pun dilakukan langsung di tempat pentas dengan harapan saya benar-benar memahami ruang sempit itu. Beberapa kali di ruang ini tubuh saya terbentur dengan dinding, ruangan sempit memang selalu memberi kesempatan besar untuk terjadi benturan. Sutradara mengatakan, “Ruang seperti ini menunjukkan betapa kesadaran tubuh menjadi sangat penting, kau seharusnya tidak terbentur apabila menyadari punya tubuh” tugas rumah terasa semakin berat. Pemahaman terhadap naskah, tokoh, lalu kesadaran terhadap tubuh dan ruang.

Pada beberapa pilihan gerak, saya merasakan kelenturan yang sulit digapai. Gerak yang semestinya dilakukan dengan dinamis justru membuat beberapa otot terasa pegal, bahkan sakit. Ini saya rasakan ketika latihan pertama hingga ke lima, sedangkan pada latihan-latihan selanjutnya tubuh sudah mulai bisa diajak bermain. Secara perlahan-lahan, otot tak pegal atau sakit lagi, benturan pun jarang terjadi.

Orgasme bermain mulai dirasakan. Meskipun pemahaman terhadap naskah secara utuh masih menjadi tugas rumah yang berat, namun betapa nikmatnya sesekali melihat dunia seperti tokoh yang dilahirkan oleh Putu Wijaya. Bayangan-bayangan sering kali muncul dalam adegan. Tokoh ini memiliki bayangan yang tidak terbatas, menurut penafsiran mungkin saja semua itu muncul karena si tokoh merasa kesepian di ruang kecil itu sehingga segala ilusi itu terbangun.

Begitu pula matahari yang menjadi penanda waktu, sangat dibencinya karena matahari adalah salah satu bagian dari dunia tokoh yang dibatasi dinding dan menjadi penanda cepat lambatnya ia akan dihukum mati. Serangga pun dianggap sebagai sahabatnya saking kesepian itu. Di balik kegetiran itu, saya merasakan betapa indahnya naskah yang dibuat oleh Putu Wijaya. Di situ saya merasa menjadi orang lain meski dengan kesadaran yang tidak seutuhnya sama dengan tokoh.

Permainan tetaplah sebuah permainan. Keindahan menjadi hal yang penting karena permainan ini adalah tontonan, maka dari itu, vocal, mimik, gestur, yang semua itu berdasarkan pemahaman terhadap naskah menjadi hal yang sangat prinsipil. Namun proses monolog ini akan tetap berlangsung hingga mencapai orgasme yang paling orgasme. (T)

Tags: Festival Monolog Bali 100 Putu WijayaMonologPutu WijayaTeaterTeater KalanganUndiksha
Agus Wiratama

Agus Wiratama

Bernama lengkap I Wayan Agus Wiratama. Lahir di Pejeng Kangin Pengembungan, Gianyar. Kini kuliah di Undiksha jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Hobinya tak karuan, tapi kini mulai senang menulis, terutama menulis status di facebook

Please login to join discussion

MEDIA SOSIAL

  • 2.3k Fans
  • 37 Followers
  • 1k Followers

ADVERTISEMENT

tatkala.co

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Photo Credit: Dion Clarensa
Essay

First Part of “PlayPlay: Charcoal For Children 2017/2018” was a Success

ON the first weekend of February 2018 at CushCush Gallery in Denpasar, Bali, CushCush Gallery and LagiLagi presented two plays...

tatkala
by tatkala
February 12, 2018

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lukisan karya Nyoman Erawan
Puisi

Puisi-puisi Kurnia Effendi# Catatan tentang Paris, Kereta Cepat Frankfurt-Amsterdam

Kurnia Effendi
by Kurnia Effendi
April 21, 2018
Esai

Perda Bahasa Bali untuk Siapa? – Catatan Revisi Perda Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali

PADA Kamis 22 Maret 2018, Revisi Perda Bahasa, Aksara dan Sastra Bali telah diparipurnakan, ini artinya Perda itu telah rampung ...

March 23, 2018
Rima Febriana memainkan naskah Kartini di SMAN 1 Banjar. /Foto-foto: Kardian Narayana
Ulasan

Monolog “Kartini” dan “Guru” pada Malam Sehabis Hujan di SMAN 1 Banjar

BEGITU masuk Desa Banyuatis di Kecamatan Banjar, Buleleng, pada malam Sabtu, 22 April 2017, hati kami (saya, istri dan dua ...

April 27, 2017
Ilustrasi diolah dari foto Mursal Buyung
Cerpen

Senja di Pelabuhan Buleleng

  Cerpen: Putu Oka Suardana KAWAN, suatu hari nanti kuingin kau untuk singgah di kotaku. Kotaku memang kecil, tidak seperti ...

January 27, 2018
Ilustrasi Juli Sastrawan
Esai

Jenis Laki-Laki yang Biasa Ditunggu di Hari Valentine

INI hari keempat belas di bulan Februari. Ya, Valentine. Semua tahu. Hari Kasih Sayang yang bisa membuat hidup seseorang seharian ...

February 14, 2018
Tugu Cinta Damai di Tanjung Selor/ Foto-foto Cok Aditya
Perjalanan

Menuju Surga Perbatasan di Kaltara: Menempuh Udara, Menyusur Sungai…

KALIMANTAN Utara punya singkatan keren, Kaltara. Provinsi ini termuda di Indonesia dengan usia baru seumur satu periode pesta demokrasi: 5 ...

March 13, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Mahasiswa Unhi membuat mural topeng
Khas

Dua Mahasiswa Unhi Merespon Topeng: Dibalik yang Terlihat, Ada yang Tersembunyi

Santana Ja Dewa
by Santana Ja Dewa
April 23, 2018

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Lukisan Komang Astiari
Esai

“Hanya Aku yang Bermimpi, Dia Tidak!” – Curhat Cinta Hari ini

Sri Warmadewi
by Sri Warmadewi
April 23, 2018

POPULER

Sumber ilustrasi: print screen google

Jika Film Horor Indonesia Seperti “Bokep” – Bukan Salah Setan!

September 21, 2016
Perbekel Desa Kukuh Made Sugianto (Penulis) duduk bersama Presiden Jokowi di tengah sawah (Foto: Ist)

“Saya dan Jokowi di Tengah Sawah” – Cerita Gembira Perbekel Kukuh Made Sugianto

February 23, 2018
tatkala.co

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (16)Cerpen (93)Esai (403)Essay (1)Features (1)Fiksi (3)Khas (84)Kiat (9)Kilas (93)Opini (356)Peristiwa (81)Perjalanan (20)Persona (2)Puisi (59)Ulasan (164)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In