7 December 2019
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Pentas monolog Pelacur di Romprok Kopi Kertas Budaya, Jembrana

Pentas monolog Pelacur di Romprok Kopi Kertas Budaya, Jembrana

Ini Undangan: Saya, Si “Pelacur”, Bermain Lagi…

Devy Gita by Devy Gita
February 2, 2018
in Esai
51
SHARES

 

“Senang? Bagaimana bisa senang kalau diperkosa? Saya juga manusia biasa, meskipun PELACUR!” (Monolog Pelacur, Putu Wijaya)

Eksistensi seorang pelacur seharusnya tidak usah dipertanyakan lagi. Bukan hal mengapa dia ada? Namun, siapa yang membuat dia ada? Selama dirinya masih dicari dan dibutuhkan untuk memuaskan selangkangan-selangkangan berduit, dia tidak akan berhenti bekerja.

Pelacur bukanlah sebuah cita-cita. Manusia mana yang dengan bangganya berkoar jika kelak saat besar dia ingin menjadi pemuas dahaga diatas ranjang?  Nihil. Pilihan karena kosongnya pilihan lainlah yang membuat para perempuan tersebut merentalkan vagina mereka. Apa karena bekerja sebagai pelacur membuat mereka menjadi bukan manusia? Siapa bilang?

Mereka tetaplah manusia, dengan jumlah anggota tubuh yang sama dengan manusia lain. Mempunyai akal, pikiran dan hati, hal yang dimiliki juga oleh makhluk yang disebut manusia, bukan? Tetapi, mengapa perlakuan yang mereka terima berbeda? Mengapa untuk menafkahi keluarga, mereka menyembunyikan identitas?

Sebagai warga, pelacur juga punya hak yang sama untuk mendapatkan keadilan atas ketidakadilan yang mereka terima dari oknum panutan masyarakat yang seharusnya menegakkan keadilan itu sendiri.

Paradoks di atas dituangkan dalam sebuah pementasan monolog dalam rangka  Festival Pelajar Jembrana dalam naskah monolog yang berjudul Pelacur karya Putu Wijaya pada tangggal 8 Oktober 2017 lalu di Rompyok Kopi Rumah Kertas Budaya Jembrana.

Setelah 2 bulan, sang sutradara, Wulan Dewi Saraswati memutuskan untuk mementaskan naskah ini sekali lagi dalam Festival Monolog 100 Putu Wijaya pada pertengahan Desember 2017 dengan tetap mempercayakan saya, Devy Gita, untuk memerankan si Pelacur.

Mengambil naskah yang sama dengan aktor yang sama pula merupakan sebuah pemuasan dahaga berkreatifitas dan bereksperimen dalam sebuah produksi pementasan teater khususnya monolog. Dalam sebuah naskah, berbagai interpretasi tentang bagaimana membawa naskah ini ke atas panggung bermunculan.

Mulai dari setting panggung, kostum pemain, iringan musik yang digunakan, visualisasi pendukung, sampai gesture dan mimik pemain saat di atas pangung.  Sehingga menjadi wajar jika saat sebuah naskah dieksekusi menjadi pementasan satu dan lainnya walaupun dimainkan oleh aktor yang sama akan terasa berbeda.

Hal inilah yang menjadi latar belakang dipilihnya naskah pelacur dengan aktor yang sama untuk kembali dipertontonkan pada hari Selasa, 19 Desember 2017 nanti di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Singaraja.

Berkaca dari evaluasi penampilan sebelumnya yang di tonton kembali berkali-kali dan menerima banyak kritik membangun, pementasan kali ini memberikan beban yang lebih besar kuantitasnya bagi aktor maupun sutradara.

Pada pementasan pertama, persiapan pentas kurang dari 7 hari. Mulai dari pemahaman naskah hingga publikasi dan gladi. Apalagi saat pementasan terjadi beberapa kendala tidak terduga yang membuat pementasan terlihat kurang maksimal dan tidak memberikan kepuasan bagi sutradara maupun pemain.

Proses pra-produksi untuk pementasan kali ini mendapatkan porsi waktu yang lebih Panjang. Persiapan dan latihan dilakukan tidak terjadwal karena kesibukan masing-masing dari sutradara dan aktor yang harus menunaikan kewajiban untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. Latihan dimulai sore hingga malam hari sambil menyiapkan mapping dan publikasi untuk memeriahkan pementasan.

Mekipun pementasan monolog memerlukan tim dan persiapan pra-produksi yang tidak sebanyak produksi – produksi teater lain, kami tetap melakukannya dengan serius. Detail sangat diperhatikan, sutradara juga memberikan kebebasan pemain untuk bereksplorasi terhadap naskah.

Namun karena saya, si pemain, belum memiliki jam terbang tinggi dalam hal pementasan monolog, kesabaran dan arahan sutradara menjadi hal yang krusial. Beruntung, pemain dan sutradara memiliki kedekatan dan dalam frekuensi yang sama sehingga proses latihan berjalan dengan baik.

BACA JUGA: Pelacur, Repetisi Ingatan Perempuan dan Hak yang Dibungkam

Untuk publikasi dan musik penyemarak pementasan, tangan-tangan kreatif Carolina Ajeng (Akar) dan Dea Chessa dipercayakan. Mengambil konsep recall memory dengan menggabungkan potongan – potongan stimulus dari emosi masa lalu dan keadaan sekarang, sutradara dan pemain ingin memberikan penampilan berbeda dari pementasan Pelacur sebelumnya yang sangat sederhana.

Pra-Produksi Monolog pelacur dikerjakan keroyokan oleh perempuan-perempuan untuk perempuan. Mengingat kami bernaung dibawah payung Komunitas Mahima yang aktif bergerak dan menyuarakan The Power of Women melalui seni pertunjukan dan sastra, kami sekaligus ingin membuktikan pada diri sendiri bahwa kami adalah perempuan yang memiliki semangat, potensi dan kemampuan untuk menghasilkan sebuah karya yang layak dinikmati oleh penikmat seni pertunjukan teater.

Juga, kami mengharapkan mampu memberikan percikan rasa kepo bagi orang-orang yang tidak tahu menahu tentang pertunjukan monolog sehingga mereka penasaran dan datang berbondong – bondong menonton dan bersenang-senang bersama. (T)

Tags: Festival Monolog Bali 100 Putu WijayaMonologrenunganseni pertunjukanTeater
Devy Gita

Devy Gita

Tinggal di Denpasar. Lulusan Bahasa Inggris Undiksha Singaraja ini kini sedang memanjakan hobinya main teater dan menulis cerita

Please login to join discussion

MEDIA SOSIAL

  • 3k Fans
  • 41 Followers
  • 1.3k Followers

ADVERTISEMENT

tatkala.co

tatkala.co

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
One of the works of the Undiksha Fine Arts Student Exhibition May 7, 2018 (Picture by Mursal Buyung)
Poetry

Poems by Devy Gita : Out of Nowhere, A Second Then Good Bye

OUT OF NOWHERE Out of nowhere No one to be known Nothing to be shown Guilt to be blown Out...

by Devy Gita
September 8, 2019

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Foto ilustrasi: Mursal Buyung
Cerpen

Moli

by L Margi
November 30, 2019
Made Raka Sutama dan temannya Kadek Hendra (Foto: Dok Raka)
Khas

Raka Sutama, Kegembiraan Usai Pilpres, Bayar Kaul dengan Mendaki 5 Gunung

Merayakan kemenangan presiden pilihan hati, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Kalau orang lain mungkin dengan berpesta pora, beda dengan teman ...

May 6, 2019
Ulasan

Tumbuh Bersama Puisi – Ulasan (Lagi) Buku Puisi Andy Sri Wahyudi

#Judul buku: Energi Bangun Pagi Bahagia #Penulis: Andy Sri Wahyudi #Penerbit: Garudhawaca Yogyakarta #Tahun Terbit: Juni 2016 Adalah sebuah berkah ...

February 2, 2018
Ilustrasi diolah dari sejumlah sumber di google
Esai

Ha ha ha, Inilah Kisah Rakyat “Bodoh-bodoh Pintar” di Musim Pilkada

KISAH-KISAH ini saya tulis berdasarkan ingatan ketika bertugas menjadi wartawan di sejumlah kabupaten di Bali. Mungkin kisah aslinya tidak persis ...

February 2, 2018
Sastrawan Martin Aleida dan F Rahardi dipandu Jengki Sunarta (tengah) dalam acara Ngobrol Sastra di JKP. (Foto: Dok Kim Al Ghozali AM)
Khas

Lima Tahun Jatijagat Kampung Puisi, Ngobrol dengan Dua Sastrawan

Semarak kesusastraan di suatu wilayah biasanya ditandai dengan munculnya kantong-kantong sastra di wilayah tersebut; Komunitas, sanggar, ruang kreatif, suatu wadah ...

June 10, 2019
Lukisan Nyoman Erawan
Puisi

Alexander Robert Nainggolan# Ctrl + A, Alt + Tab, Shift + F3, Ctrl + X

Ctrl + A menemui kata-kata yang telah menghitam. seluruh muasal, riwayat, penanda, silsilah adalah petualangan mendebarkan. sejak mula engkau terlahir ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Kunjungan siswa sekolah dasar ke ART BALI [Foto: Art Bali]
Kilas

Masih Berlangsung, Pameran Seni Rupa Kontemporer ART • BALI 2019 – “Speculative Memories”

by tatkala
December 6, 2019

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Foto ilustrasi: FB/Dera Wedadinata
Esai

Siwa-Dwara: Pintu Ruhani Manusia Bali

by Sugi Lanus
December 6, 2019

POPULER

Foto ilustrasi: Mursal Buyung

Semester 7, Masa Tua Mahasiswa, Masa-masa Menakutkan…

February 2, 2018
Danjen Kopassus Mayjen TNI Nyoman Cantiasa dan bapaknya Sastrawan Nengah Tinggen (Foto:Ist)

Cantiasa jadi Danjen Kopassus – Mari Ingat Bapaknya; Sastrawan Nengah Tinggen

January 27, 2019
tatkala.co

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (51) Cerpen (115) Esai (828) Essay (3) Features (3) Fiction (2) Fiksi (2) Khas (229) Kiat (16) Kilas (130) Opini (411) Peristiwa (81) Perjalanan (34) Persona (6) Poetry (2) Puisi (73) Ulasan (255)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In