11 December 2019
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai

Mengungsi ke Wanagiri & Mahapralaya Jawa

Anonim by Anonim
February 2, 2018
in Esai
21
SHARES

ADA hutan dan pegunungan yang demikian penting dalam perjalanan Airlangga, yaitu pegunungan Wanagiri.

Berawal dari sebuah “pralaya”, lalu menggungsi ke Wanagiri, dan dari sanalah ia memulai perjalanan batinnya, melihat dari atas, menyusun lapis-demi-lapis yang tersisa, dan mempersatukan Jawa.

”Pralaya” atau ”mahapralaya” artinya zaman kekacauan / kiamat / mala petaka / porakporanda / kehancuran besar / kematian / gambaran amarah dari para dewa.

Pralaya Medang atau Mataram Kuno dalam Prasasti Pucangan (Calcuta) yang dikeluarkan Erlangga pada 1041M berbunyi :

“ri kālaning pralāya ring yawadwipa i rikāng sakakāla (Tahun tidak terbaca dengan jelas) 928 / 938 / 939 saka ri prahara haji wurawari masö mijil sangke lwaram ekarnawa rūpanikāng sayawadwipa rikāng kāla”

Prof. H. Kern mengartikan kurang lebih sebagai berikut:

“ketika terjadi pralaya di Pulau Jawa pada tahun 928 / 938 / 939 saka dari prahara Haji Wurawari, ketika ia keluar dari Lwaram, seperti hamparan lautan keadaan seluruh Pulau Jawa pada saat itu – rata”

3 versi tahun peristiwa Mahapralaya : 928 +78 : 1006 M (Kern, 1913) 938 +78 : 1016 M (Boechari, 1976) 939 +78 : 1017 M (Sedyawati, 2006). Tahun Suryasengkala “Locana agni vadane” berarti tahun 1010 M. Sedangkan jika membacanya “Sasalancana abdi vadane” maka berarti 1016 M.

Pralaya Kerajaan Mataram adalah Peristiwa serangan haji Wurawari dari Lwaram ke istana Medang di Wwatan. Peristiwa ditafsirkan terjadi tahun 1016 M era Raja Darmawangsa (991-1016 M) saat berlangsung pesta penikahan Pangeran Airlangga (16 tahun) dengan Dewi Laksmi, putri sulung Dharmawangsa. Di tengah keramaian, tiba-tiba istana diserang dan dibakar Wurawari, Serangan ini menyebabkan Medang mengalami kehancuran dan gugurnya Dharmawangsa beserta para petinggi kerajaan.

Inskripsi di Prasasti Kalkuta menggunakan kata Sanskerta “Arnawa” atau “Ekarnawa” kata ini menggambarkan adanya peran lain berupa bencana alam.

Beberapa tafsir “Arnawa” atau “Ekarnawa”

– Banjir besar

– Air laut yang menggenang

– Seperti lautan susu (Prof. C.C. Berg, epigraf dan sejarahwan)

– Lautan susu ini diaduk atau dikocok oleh para dewa (Mitologi Hindu)

– Berasosiasi buih laut yang berwarna putih

– Berdasarkan kalimat “the whole Jawa looked like one (milk) sea at that time” (Van H Labberton 1922) menginterprestasikan sebagai gemuruh aliran air, banjir atau gelombang pasang air laut

– “Milk sea” atau “Ocean of disaster”

Dari sudut pandang ini muncul dugaan bahwa peristiwa serangan Wurawari terjadi berbarengan dengan adanya bencana alam. Bencana bisa terkait dengan adanya Tsunami atau bisa juga Banjir Bandang. Tsunami atau Banjir. Mengacu pada kalimat “lautan susu memutih”, “banjir besar”, “laut menggenang”, sementara “diaduk atau dikocok” dikaitkan dengan gempa bumi kuat.

Tafsir ini diperkuat oleh arti nama Erlangga atau Airlangga

– Erlangga diartikan sebagai orang yang terhindar dari (banjir) air

– Airlangga berarti “Air yang melompat”

– Berg (dalam Bommelen, 1971) dan Van Hi Labberton sependapat bahwa “Erlangga” diterjemahkan sebagai “orang yang dapat lolos dari bencana (banjir)”

– ‘Er’ artinya adalah kata bahasa Jawa untuk air, dan ‘langga’ artinya “minum sedikit-sedikit” atau ‘menyesap’ tau ‘menyedot’.

– Airlangga artinya adalah ‘dia yang minum air’, yakni “ia yang menyedot air laut”

Menggungsi ke Wanagiri

Saat peristiwa serangan, Airlangga menyelamatkan diri ke baratdaya tepatnya di hutan dan pegunungan Wanagiri, desa Cane bersama permaisuri, Mpu Narotama dan para pertapa. Dari atas sini ia sepenuhnya dapat melihat keadaan dataran Jawa saat itu. Beberapa bulan kemudian Erlangga dan Narottama menuju desa Terep di kaki gunung Penanggungan.

Digambarkan pada saat itu “seluruh Jawa seperti hamparan yang memutih” bukan memerah oleh darah peperangan. “Seluruh Jawa” kalimat ini seakan memperjelas Airlangga sedang melihat Jawa dari atas. Dari pegunungan Wanagiri inilah ia menyaksikan pemandangan dramatis banjir besar tersebut.

Jika benar Tsunami, Airlangga juga akan mudah melihatnya dari atas, bekasnya membentang di arah pesisir selatan. Bukankah foto satelit pasca Tsunami Aceh 2004 daratan di pesisir tampak rata memutih? Oleh penulis Airlangga, digunakan kalimat seluruh Jawa untuk mendramatisir peristiwa tersebut. “Seluruh Jawa” bisa jadi untuk tujuan menggambarkan benfana yang dramatis, mungkin agar mendapat simpati rakyat Medang.

4 tahun pasca “Pralaya”, Gunung Merapi meletus tahun 1020 M skala VEI 4 (Newhall, 1998). Letusan besar ini menguatkan asumsi adanya aktifitas gempa bumi besar sebelumnya di sebelah timur pesisir DIY (Jawa Timur). Ada yang teman dan pendapat mengatakan bahwa Danau Borobudur menjadi semakin dangkal dan sempit, dan akhirnya menjadi kering pada akhir abad ke 13 atau pada tahun 1288 Masehi (Murwanto, 1996).

Bukti lain pasca serangan:

Pasukan Wurawari tidak menduduki wilayah istana tapi justru langsung mundur ke Blora yang kemudian memunculkan cerita bahwa pasukan Ratu Laut Kidul datang membantu mengusir Wurawari. Kisah Kedatangan pasukan Ratu Laut Kidul selalu identik dengan peristiwa gelombang tsunami besar yang menerjang daratan. Jika benar tsunami tentu saja tak sampai masuk ke istana Medang di Wwatan yang jauh di daratan. Namun gempa kuatnya mampu menyiutkan nyali siapapun yang merasakan.

Apa Wurawari?

Kerajaan Wurawari dari Lwaram (sekarang desa Ngloram, Cepu, Blora) hanyalah kerajaan bawahan yang kecil, atau vassal Sriwijaya. Sriwijaya bahkan sudah pernah dikalahkan Mataram dalam peristiwa Anjukladang di era kekuasaan Dyah Wawa. Prasasti Anjukladang berangka tahun 859 Saka (937M) dibuat oleh Mpu Sindok, merupakan prasasti kemenangan perang kerajaan Mataram dari serangan pasukan keturunan Balaputradewa Sriwijaya, Mpu Sindok pada masa itu masih menjabat Rakyan Mapatih Hino.

Pasca peristiwa serangan Wurawari, Airlangga kemudian membangun kembali kerajaan dan mengembalikan wibawa kerajaan. Pada tahun 1019 M Secara berturut-turut Air Langga dengan mudah menaklukan raja-raja bawahan (vassal) Sriwijaya seperti Bisaprabhawa tahun 1029 M, raja Wijayawarman dari Wengker tahun 1034, Raja Adhamapanuda tahun 1031 M termasuk Wurawuri tahun 1035.

Jadi mungkinkah Wurawari mampu menghancurkan Medang sedemikian dahsyat hingga menciptakan “pralaya” tanpa disertai bencana? Mungkinkah Medang porakporanda hanya karena mereka lengah dan melemah saat upacara perkawinan Airlangga? Kemungkinan besar: Tidak.

Demikianlah, kadang serangan manusia dan amukan alam sering datang bersamaan. Sejarah mengajari bahwa Airlangga menyelamatkan diri dalam situasi amukan manusia dan amukan alam dengan hijrah ke Wanagiri, menyepi dalam ketinggian pegunungan, melihat ke dalam diri dan melihat bentang alam sampai jauh ke tepian kaki langit. Setiap dari kita sebaiknya punya Wanagiri kita masing-masing, tempat mengungsi dari amukan situasi hidup yang kadang tak bersahabat. (T)

Tags: AirlanggajawaPralayasejarah
Anonim

Anonim

Seseorang mengirim tulisan tanpa menyebutkan namanya...

Please login to join discussion

MEDIA SOSIAL

  • 3k Fans
  • 41 Followers
  • 1.4k Followers

ADVERTISEMENT

tatkala.co

tatkala.co

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
One of the works of the Undiksha Fine Arts Student Exhibition May 7, 2018 (Picture by Mursal Buyung)
Poetry

Poems by Devy Gita : Out of Nowhere, A Second Then Good Bye

OUT OF NOWHERE Out of nowhere No one to be known Nothing to be shown Guilt to be blown Out...

by Devy Gita
September 8, 2019

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lukisan Komang Astiari
Cerpen

Senjakala

by Satria Aditya
December 7, 2019
Janger Menyali saat pentas di Pesta Kesenian Bali 2017./ Foto-foto: Kardian Narayana
Peristiwa

Sisi Nakal Janger Menyali: “Ade Roko?”, “Ade!”, Lalu Penabuh pun Merokok Bersama

iya iya roto iya iya roto iya iya roto iya iya roto iya roto ara ara ara ijang ijang ijang ...

February 2, 2018
Foto: Yogi Sancaya
Esai

Rindu yang Datang Tidak untuk Dibenci – Percakapan dengan Diri

PAGI tadi aku duduk di sebuah kursi taman di belakang gedung kampusku yang baru. Sudah tiga hari aktivitas ini aku ...

February 2, 2018
Kawasan pesisir Kampung Ambumi saat air pasang. Perahu-perahu warga parkir berjejer menjadi alat transportasi satu-satunya yang menghubungkan mereka dengan Kota Wasior (foto: I Ngurah Suryawan)
Esai

Kampung Papua, Antara Eksploitasi dan Konservasi (1)

ESAI ini adalah catatan perjalanan saya menuju sebuah kampung di kawasan leher Pulau Papua pada Agustus 2013. Tepatnya adalah Kabupaten ...

October 27, 2018
Ulasan

Buku Puisi Esa Bhaskara: Puisi-puisi yang Melintas Batas Hingga ke Ruang Kelas

Judul: Menanam Puisi di Emperan MatamuPenulis: Wayan Esa BhaskaraPenerbit: Mahima Institute IndonesiaCetakan: Desember 2018Tebal: xi + 106 halamanISBN: 978-602-51560-3-8 — ...

May 23, 2019
Pementasan Musikalisasi Puisi Senja di Cakrawala pada Festival Seni Bali Jani 2019
Esai

Melihat Senja di Cakrawala, dan Hal Lain di Sekitarnya

Pada buku “Paduan Wacana & Apresiasi Musikalisasi Puisi”, dijelaskan arti Muspus menurut pengarangnya Hamdy Salad bahwa Musikalisasi Puisi atau Muspus ...

November 5, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Kunjungan siswa sekolah dasar ke ART BALI [Foto: Art Bali]
Kilas

Masih Berlangsung, Pameran Seni Rupa Kontemporer ART • BALI 2019 – “Speculative Memories”

by tatkala
December 6, 2019

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Lungsir Petak dan Anwam Siwi

by IGA Darma Putra
December 10, 2019

POPULER

Foto ilustrasi: Mursal Buyung

Semester 7, Masa Tua Mahasiswa, Masa-masa Menakutkan…

February 2, 2018
Danjen Kopassus Mayjen TNI Nyoman Cantiasa dan bapaknya Sastrawan Nengah Tinggen (Foto:Ist)

Cantiasa jadi Danjen Kopassus – Mari Ingat Bapaknya; Sastrawan Nengah Tinggen

January 27, 2019
tatkala.co

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (51) Cerpen (116) Esai (831) Essay (3) Features (3) Fiction (2) Fiksi (2) Khas (229) Kiat (16) Kilas (130) Opini (412) Peristiwa (81) Perjalanan (34) Persona (6) Poetry (2) Puisi (74) Ulasan (257)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In