tatkala.co
23 April 2018
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Puisi
Wayan Redika, Hard Gate 1, 1998

Wayan Redika, Hard Gate 1, 1998

Nanoq da Kansas# Igau, Rumah Lukisan, Menempuh Waktu

Nanoq da Kansas by Nanoq da Kansas
February 2, 2018
in Puisi

IGAU

andaikata rumput berwarna merah muda, sapi-sapi mungkin saja berwarna jingga. dan kau berdiri di atas batu kuning mengenakan sepatu hijau, menembaki aku dengan senapan buru laras ganda berpeluru coklat muda. sementara itu di televisi presiden kita berpidato tentang rencana kenaikan harga warna-warna. anak-anak, anak-anak kita, berpendaran ditelan cahaya matahari putih pucat.

pagi-pagi, pagi-pagi sekali tuhan turun di halaman belakang rumahku yang berwarna tanah. aku suguhkan segelas kopi merah muda + sebungkus rokok bermerek abu-abu + cerita kesedihanku yang tak begitu cermat. alam sekitar terasa ungu. kadang hijau kelon. sesekali berwarna cemas.

tuhan adalah seksama yang menerima ceritaku, atau mungkin cerita kita. segalanya dimasukkan dan disimpannya di dalam tas plastik berwarna hitam. mungkin warna misteri, karena hanya nabi-nabi yang tulang lidahnya dilenturkan. kita, kita diberi lidah tanpa tulang yang sekaligus tanpa berdaya.

nabi-nabi, nabi-nabi tidaklah secermat tuhan. tapi nabi-nabi jelas lebih cendekia. mereka menciptakan tuhan di mana-mana dengan satu nama: kegagalan. di situlah persoalan(nya).

 

RUMAH LUKISAN
kepada pelukis made wianta

di manakah asalku ketika kau buka pintu?
halaman kecil itu pun telah menjadi cakrawala
menelan atmosfir di luar tubuhku
aku datang bergelimang biji-biji tumbuhan
tunas-tunas bunga ajaib, bahkan
debu yang sebagiannya tak kukenali

siapa di antara kita yang menggali
atau tergali?
di tembok putih – tempat sebagian langit
melabuh, hal-hal kecil berbiak liar
pikran-pikiran besar merunduk
tertinggal jauh oleh diam yang
diciptakan riuh rindu percakapan warna

sementara itu
usiaku yang terlambat menancapkan akarnya
selalu tersipu di atas garis gairah
kelahiran yang ditinggalkan tanah
perjalanan yang digoda
banyak sekali persimpangan
sebelum usai kanvas terbingkai

di manakah asalku ketika keluar
dari pintu itu?

 

MENEMPUH WAKTU

ketika usia jadi ruang tunggu senyap nan kaku
waktu tak pasti
perasaan tak menjanjikan apa-apa
: aku terlempar lagi dalam kerinduan padamu

dunia
seperti cermin tua tak jernih lagi
dan patah-patah
tiba-tiba memantulkan seraut wajah
seseorang yang baru saja belajar bersisir sendiri
pada masa di mana ia mulai tersipu-sipu
melihat bayangan dirinya telanjang.

“alangkah menyenangkan wajah nakal
di cermin itu,” – gumamku suatu ketika.

waktu menjadi tak pasti
sesaat merayap bagai cecak kurus dan merana
mengendap-endap mencoba bertahan
di sela-sela baju kotor yang tersisih
di dinding
bagai kecoa terseok-seok
di kaleng-kaleng bekas kehilangan bentuk
di sepanjang lorong-lorong, pantai, trotoar
parit, kali, rel kereta api
stasiun bus, pedagang kaki lima
rumah-rumah pelacuran, kantor, lipatan dasi
sepatu, kaos kaki
sampah-sampah yang tak selesai dibakar

waktu menjadi tak pasti
sesaat berlari
melampaui seluruh pemikiran dan kata-kata
meninggalkan luka-luka dan memar
di sekujur tubuh yang mulai membiasakan diri meniru
binatang-binatang peliharaan
berciuman di jalan-jalan umum
di pusat-pusat pertokoan
dengan bangga dan sepenuh cinta

o, apa lagi
yang harus aku rahasiakan di sini?
aku tak yakin untuk memalingkan muka
sebab semuanya telah membangkitkan kembali
kerinduanku padamu

engkau pernah tak menangis
tetapi pucat dan gemetar mendengar mimpi-mimpi
yang ingin kujadikan kenyataan
betapa aku lupa memandang wajahmu lebih seksama saat itu
satu hal yang akhirnya harus aku sesali
setiap kali aku ingin melukis dirimu
di setiap permukaan air yang kutemui

ketika waktu berlari
betapa cepat segalanya berlari
jalan-jalan raya yang megah
berita-berita, sanak saudara semuanya berlari
dan aku tak pernah dapat mengejarnya

tiang-tiang listrik berlari
jauh mendahuluiku tiba di bukit-bukit
sebelum sempat kuperingatkan burung-burung
agar paham dan menepi
jeritanku pun tak sekuat yang pernah aku duga
betapa gemuruhnya suara-suara

pohon-pohon yang terbanting
beradu dengan tangis hutan yang setiap hari
merasa kehilangan sesuatu
siapa sih pencurinya?
kenyataan-kenyataan diam dan kaku
membentur tembok-tembok

wahai tembok-tembok!
tembok-tembok tak pernah aku duga bisa berlari
bahkan lebih cepat dari mahluk-mahluk berkaki
aku kehilangan arah
seperti seseorang yang
memegang gagang telepon umum
pada saat ia tak tahu harus bicara dengan siapa
sementara nomor-nomor tersambung sendiri

halo, di manakah engkau?
sudah membaca beritakah engkau hari ini?
aku membaca iklan saja
aku menyukainya
sebab iklan lebih memberi harapan
daripada membaca berita-berita buruk
yang kadangkala berakhir dengan timbulnya
kebencian kepada siapa-siapa
dan berita buruk pun
telah berlari dari segala macam penyelesaian

berperanglah! berperanglah sampai jemu
biar ada kerjamu yang berarti! – inilah iklan
yang paling aku suka
di mana setelah membacanya
aku dapat merasakan dan memahami bahwa sesungguhnya
setiap orang adalah calon seorang pahlawan
dengan perasaan seperti ini
aku jadi lebih bisa menghargai dan menghormati sesama
niat yang pada mulanya ingin menyalah-nyalahkan orang
seketika sirna
dari setiap wajah akhirnya dapat kutangkap
cahaya keakraban
kemesraan dalam mencari kesempatan
untuk lebih dulu menikamkan belati

aku juga paling suka iklan kematian
– telah mati dengan gagah:
nenek moyang – buyut – kakek – bapak
paman – suami – kakak – ipar – adik kami!
semoga tuhan…

o, alangkah mulianya kematian
sebuah kesempatan di mana segala kesalahan
kekeliruan dan penyesalan berakhir
segala kecantikan, kecurangan
angan-angan dan cita-cita berakhir
segala kebencian berakhir
di mana segala-galanya berakhir
alangkah mulianya kematian

kalau aku mati
biarlah mati seperti aliran listrik yang putus
pada saat televisi sedang menyala
dimana orang-orang sedang mewarnai mimpinya
biar mereka untuk terakhir kali masih sempat memaki
mengumpat dan melampiaskan
segala beban hatinya yang menggumpal
biar orang-orang untuk terakhir kali
sempat merenungkan kembali
apa-apa yang dikiranya telah beres
kematian seperti ini
tentu tak terlalu buruk
untuk diiklankan atau diberitaacarakan
atau diagendakan dalam kalender kerja

waktu menjadi tak pasti
dan aku terlempar dalam kerinduan padamu
terkutuk sebagai seorang anak nakal pongah dan kacau
dan sekarang sedang belajar menjadi santun
di tengah-tengah suara gemuruh

tunggu!
jangan kau kira aku sedang putus asa
aku biasa-biasa saja
bahwa aku sedang mencoba belajar santun
dengan satu cara
yang tak akan mengganggu siapa-siapa
: aku sedang menertawakan diri sendiri.

menertawakan diri sendiri
kaleng-kaleng bekas yang aku tendangi
di sepanjang trotoar, rel kereta api, stasiun bus
kali, parit, pantai, rumah-rumah pelacuran
juga menertawakan dirinya sendiri

kenapa mereka hanya menjadi kaleng-kaleng bekas
di situ?

begitu jauhkah bedanya dengan
botol-botol bekas parfum, bekas anggur
bekas pinisilin, bekas endrin
yang terpajang anggun di etalase selebritis?
seorang naturalis tentu akan melukis semua ini
lalu memberinya judul life style
kemudian pemilik galeri akan memasanginya
harga sebanding status sosial pembelinya
sementara si pelukis
terpeleset oleh sakit maag di masa muda
dan mayatnya nyasar
menjadi kaleng-kaleng bekas yang kutendangi
di sepanjang trotoar waktu
oh!
aku jadi ingin menelepon engkau untuk hal ini
tapi aku telah lupa nomor-nomor
yang kau katakan dulu
seseorang telah mengambilnya diam-diam
dari bilik jantungku ketika aku muntah-muntah mabuk
karena tak begitu tahan berdesakan
di pintu-pintu bus kota
pintu-pintu kereta api, pintu taksi
pintu supermarket
pintu hati para pelacur
pintu segala pintu
aku tak tahu entah untuk apa
angka-angka itu diambilnya
barangkali ia jatuh cinta padaku
atau angka-angka itu telah dijualnya
di pasar-pasar yang dihuni
orang-orang pintar berspekulasi
memainkan hidup dengan hitung-hitungan

baiklah. aku kira ini
tak perlu terlalu dirisaukan
dengan kehilangan angka-angka itu
aku jadi merasa diriku
telah pernah menjadi seorang dermawan
dan tanpa menelepon engkau pun
nyatanya aku mampu merindukanmu lebih sempurna
tapi pernahkah engkau juga merindukan aku?
astaga! engkau tak pernah menjawab pertanyaan yang kutulis
dalam setiap kartu pos hari raya
: bahwa masihkah engkau menari?
masih? tentu saja.
tapi tentunya ini juga merupakan saat-saat
yang sulit bagimu
sebab aku ingat
engkau tak dapat lagi menari di kampungmu sendiri
meskipun engkau tak perlu dibayar
tak seorang pun akan punya waktu
menontonmu
engkau harus menari di luar negeri sekarang
jika ingin ditonton dan dihargai
iya, kan? iya,kan?

sepanjang trotoar waktu
aku tendangi kaleng-kaleng bekas
suaranya gemuruh melengking-lengking
menertawakan dirinya sendiri
sesekali terbentur pada tiang-tiang
atau rambu-rambu.
o, ya, ini adalah kesenangan baruku
kaleng-kaleng bekas itu ketika membentur
akan cukup untuk menarik perhatian
orang-orang yang kaku dalam penantiannya
beberapa saat mereka akan menoleh
dan yakin bahwa sebenarnya akulah yang gila
bukan mereka
bukan mereka!

engkau pikir untuk menjadi gila sama mudahnya
seperti berbasa-basi di depan para dewa
nanti dulu!
menjadi gila juga memerlukan
keberanian dan keuletan yang tak sepele
salah langkah engkau bisa terperangkap
dimasukkan ke rumah sakit jiwa.
tapi ini masih lebih beruntung
daripada engkau terjaring lsm atau lembaga ham
sebab di sana engkau terus akan menjadi objek
penyaluran rasa belas kasihan atas nama masyarakat
maukah engkau dikasihani terus-menerus?

dalam kegilaan waktu menjadi tak pasti
setiap tarikan nafas
berarti usaha untuk tak terperangkap
setiap kedipan mata
berarti perjuangan hitam dan putih
seperti permainan sepak bola
orang-orang menendang, mengejar, mengganjal
menangkap dan berusaha menguasai permainan
kalau engkau beruntung
sempat menggiring bola dan membobol gawang
engkau akan menjadi bintang
engkau dirangkul, digotong keliling arena
tapi jika permainanmu jelek dan banyak kesalahan
maka engkau di-kartu merah
dikeluarkan dari arena
maka jadilah engkau semacam ban serep
pada sebuah truk pengangkut barang
sebuah ban yang digantung begitu saja
tidak ikut berputar
tapi ikut kecipratan
apabila truk melindas lumpur atau tai

aku tak bisa bermain sepak bola
maka aku tendangi kaleng-kaleng bekas
yang kehilangan bentuk di sepanjang trotoar waktu
di sampah-sampah yang tak selesai dibakar

waktu menjadi tak pasti
sesaat berlari
melampaui seluruh pemikiran dan kata-kata
menjelmakan kaleng-kaleng bekas
dan dari sudut ke sudut jalan
aku hindari seluruh kesangsian
bahwa aku sedang menempuh waktu
pulang ke pelukanmu

Tags: Puisi
Nanoq da Kansas

Nanoq da Kansas

Dramawan, penulis puisi dan cerpen. Pendiri Komunitas Kertas Budaya di Jembrana. Kini nyambi jadi tukang cuci piring di Romprok Kopi, Negara, Bali

Please login to join discussion

MEDIA SOSIAL

  • 2.3k Fans
  • 37 Followers
  • 1k Followers

ADVERTISEMENT

tatkala.co

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Photo Credit: Dion Clarensa
Essay

First Part of “PlayPlay: Charcoal For Children 2017/2018” was a Success

ON the first weekend of February 2018 at CushCush Gallery in Denpasar, Bali, CushCush Gallery and LagiLagi presented two plays...

tatkala
by tatkala
February 12, 2018

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lukisan karya Nyoman Erawan
Puisi

Puisi-puisi Kurnia Effendi# Catatan tentang Paris, Kereta Cepat Frankfurt-Amsterdam

Kurnia Effendi
by Kurnia Effendi
April 21, 2018
Ilustrasi: Hersa Swadharma
Opini

Negara dan Anak Kos: Susahnya Atur Belanjaan

BAGAIMANA harus melukiskannya, sebagian besar anak kos (mahasiswa) memang dikenal selalu mumet dengan hiruk pikuk perekonomian. Dari media sosial, hingga ...

July 1, 2016
Foto hanya sebagai ilustrasi
Opini

Waspadai Cita-cita Tersembunyi dari Siswa: Menjadi Guru untuk “Balas Dendam”

  SEBUAH percakapan mengejutkan di ruang kelas: Saya : Anak-anak, kalian punya cita-cita? Ada yang jawab punya, ada yang menjawab ...

November 23, 2016
Lukisan Lie Ping Ping (Foto-foto: koleksi Iluh Wanda)
Khas

Lie Ping Ping Artwork: Monyet jadi Raja dan Cinta yang Tak Pandang Bulu

Monyet dan manusia. Bila manusia menjadi raja, keinginannya macam-macam, bahkan sampai ingin ‘memakan’ manusia lainnya. Sedang bila monyet menjadi raja, ...

April 11, 2018
Ilustrasi: IB Pandit Parastu
Cerpen

Pahlawan Bertopeng Beha

Cerpen: Ferry Fansuri ADA reaksi aneh jika Sarmin mengendus-dengus bau dari pakaian dalam wanita itu, ia tampak membuncah sumringah mirip ...

April 29, 2017
Pementasan monolog Julio Saputra dengan naskah Merdeka/ Foto: Mursal Buyung
Esai

Catatan Kecil Putu Wijaya: Kompromi (3), Taktik dan Strategi

TEATER Mandiri lebih dari dua dekade menekuni teater visual. Sejak 1991 kami tidak lagi tampil dengan naskah lakon. Cerita, plot, ...

April 11, 2017

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Mahasiswa Unhi membuat mural topeng
Khas

Dua Mahasiswa Unhi Merespon Topeng: Dibalik yang Terlihat, Ada yang Tersembunyi

Santana Ja Dewa
by Santana Ja Dewa
April 23, 2018

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Lukisan Komang Astiari
Esai

“Hanya Aku yang Bermimpi, Dia Tidak!” – Curhat Cinta Hari ini

Sri Warmadewi
by Sri Warmadewi
April 23, 2018

POPULER

Sumber ilustrasi: print screen google

Jika Film Horor Indonesia Seperti “Bokep” – Bukan Salah Setan!

September 21, 2016
Perbekel Desa Kukuh Made Sugianto (Penulis) duduk bersama Presiden Jokowi di tengah sawah (Foto: Ist)

“Saya dan Jokowi di Tengah Sawah” – Cerita Gembira Perbekel Kukuh Made Sugianto

February 23, 2018
tatkala.co

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (16)Cerpen (93)Esai (403)Essay (1)Features (1)Fiksi (3)Khas (84)Kiat (9)Kilas (93)Opini (356)Peristiwa (81)Perjalanan (20)Persona (2)Puisi (59)Ulasan (164)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In